Nama asal Yusuf Islam ialah Steven Demetre Georgiou. Lahir pada 21 Julai 1948 di London. Beliau yang dikenali sebagai Cat Stevens sejak tahun 1966 hingga 1978, ialah seorang pemuzik, ahli muzik, penyanyi, pencipta lagu, pendidik, dermawan dan pemeluk agama Islam yang terkenal yang berbangsa Inggeris.
Sewaktu dikenali sebagai "Cat Stevens", beliau telah menjual lebih 60 juta album di seluruh dunia sejak akhir 1960-an. Dua album beliau iaitu 'Tea for the Tillerman' dan 'Teaser and the Firecat' telah disijilkan oleh RIAA kerana mencapai status 'Platinum Beganda Tiga' di Amerika Syarikat (tiga juta jualan setiap satu); album 'Catch Bull at Four' pula menjual setengah juta salinan dalam dua minggu terawal sejak dikeluarkan dan merupakan LP #1 Billboard selama tiga minggu berturut-turut. Bakat mencipta lagu beliau juga memberinya dua anugerah ciptaan lagu ASCAP (untuk "The First Cut Is the Deepest" yang menjadi single hit untuk empat orang artis berbeza.)
Pada kemuncak kemasyhuran beliau, pada tahun 1977, Stevens memeluk agama Islam. Pada tahun 1978, beliau membawa nama Yusuf Islam, lalu meninggalkan kerjaya muzik untuk menumpu kepada tujuan pendidikan dan dermawan dalam masyarakat Muslim. Pada tahun 2006, beliau kembali ke persada muzik pop, dengan sebuah album yang mengandungi lagu pop serba baru sejak berlalunya 28 tahun yang berjudul An Other Cup.
Beliau telah dikurniakan beberapa anugerah kerana usaha-usaha memupuk keamanan di dunia, termasuk anugerah Man for Peace 2004 dan Hadiah Mediterranean untuk Keamanan 2007. Beliau tinggal bersama isteri beliau, Fauzia Mubarak Ali, dan lima orang anak di Brondesbury Park, London, dan sering mengunjungi Dubai setiap tahun. (Sumber - Wikipedia)
Sejak kecil Yusuf Islam sudah akrab dengan panggung-panggung hiburan kerana bisnes keluarganya bergerak dalam bidang itu. Dia terbiasa hidup dalam kemewahan kalangan sosial kelas tinggi di Inggris. Sebagai penganut ajaran Kristian, keluarganya mengajarkan Yusuf bahwa Tuhan itu ada, tapi manusia tidak bisa melakukan perhubungan langsung dengan Tuhan. Umat Kristiani meyakini Isa sebagai perantara antara manusia dengan Tuhan.
“Saya menerima ajaran itu, tapi saya tidak menelannya mentah-mentah,” kata Yusuf.
“Saya melihat patung-patung Isa, mereka cuma benda mati tanpa nyawa. Saya tambah bingung ketika mereka bilang Tuhan ada tiga. Tapi saya tidak mendebat pernyataan itu. Saya menerimanya, kerana saya harus menghormati keyakinan orang-orang tua saya,” sambungnya.
Beranjak dewasa, Yusuf mulai menggeluti muzik dan dia mulai melupakan kebingungannya terhadap ajaran agamanya kerana ia sendiri mulai jauh dari kekristianan. Impiannya saat itu hanyalah menjadi bintang musik pop. Apa yang ia lihat dan ia baca di media massa sangat mempengaruhi pemikirannya untuk menjadi seorang bintang. Yusuf punya bapa saudara yang punya kereta mewah dan mahal. Ketika itu Yusuf berpikir, bapa saudaranya punya kereta mewah kerana punya banyak uang.
“Banyak orang di sekeliling saya memberi pengaruh pada pemikiran saya bahwa uang dan dunia adalah Tuhan mereka. Sehingga saya memutuskan untuk bahwa itulah hidup saya. Banyak uang, hidup enak,” tutur Yusuf.
Meski demikian, Yusuf mengaku saat itu masih ada sisi kemanusiaan jauh di dalam hatinya, keinginan untuk membantu sesama manusia jika ia jadi orang kaya kelak.
Yusuf pun membangun kerjayanya sebagai ahli muzik dan penyanyi. Dalam usia yang masih remaja, Yusuf sudah mengenyam kesuksesan dan keinginannya menjadi seorang ‘bintang besar’ tercapai. Nama dan foto-fotonya muncul di hampir seluruh media massa. Yusuf pun merasakan kenikmatan dunia, tapi itu tak membuatnya jadi puas, ia ingin kehidupan yang lebih dan lebih dari apa yang ia miliki, sayangnya Yusuf terjerumus ke jalan yang salah. Ia memilih narkoba dan minuman keras untuk mencari kehidupan yang ia inginkan itu.
Mencari Kebenaran
Baru setahun Yusuf mengenyam kesuksesan dalam karir dan finansialnya. Yusuf terkena tubercolusis akibat gaya hidup dan kebiasaannya menenggak minuman keras dan narkoba. Ia sakit parah dan harus dirawat di rumah sakit. Saat itu Yusuf pun berpikir, ‘mengapa saya di sini, tergelatak di tempat tidur?, ‘apa yang terjadi pada saya? apakah saya cuma seonggok tubuh? apakah tujuan hidup saya semata-mata hanya untuk memuaskan tubuh ini?. Pertanyaan-pertanyaan itu mengganggu pikirannya dan ia mencoba mencari jawapannya.
Kerana pada masa itu di kalangan masyarakat Barat sedang trend mempelajari hal-hal yang berbau mistik dari Timur, Yusuf pun ikut mempelajarinya. Ia mulai sadar tentang kematian. Ia mulai melakukan meditasi dan menjadi vegetarian. Tapi pertanyaan-pertanyaan bahwa dirinya bukan hanya selonggok tubuh manusia, tetap mengganggu pikirannya.
Sebagai bintang pop, namanya terus merangkak ke tangga populariti. Kekayaan terus mengalir, tapi ketika itu Yusuf mulai mencari kebenaran. Ia pun belajar agama Budha, namun di satu sisi, Yusuf belum berani meninggalkan kehidupan glamournya, meninggalkan kenikmatan dunia dan hidup seperti layaknya pendeta Budha, mengisolasikan diri dari masyarakat.
Selanjutnya, Yusuf juga mempelajari Zen dan Ching, numerologi, kitab taurot dan astrologi, balik lagi mempelajari alkitab, tapi Yusuf tidak menemukan apa yang dicarinya, kebenaran yang hakiki. Sampai kemudian apa yang disebutnya mukjizat itu datang.
“Saudara lelaki saya baru saja kembali dari kunjungannya ke Jerusalem dan disana ia mengunjungi sebuah masjid. Saudara saya itu sangat terkesan melihat masjid yang ramai dikunjungi orang, seperti ada denyut kehidupan, tapi atmosfir ketenangan dan kedamaiannya tetap terasa. Berbeda rasanya ketika ia mengunjungi gereja dan sinagog yang sepi,” kata Yusuf.
Ketika kembali ke London, saudara lelakinya itu memberikan al Quran pada Yusuf Islam. “Dia tidak masuk Islam, tapi ia merasakan sesuatu di agama ini (Islam) dan ia pikir saya juga akan merasakan hal yang sama. Saya menerima al Quran pemberian saudara saya itu dan membacanya. Saat itulah saya merasakan bahwa saya telah menemukan agama yang benar, agama yang tidak seperti pandangan masyarakat Barat selama ini bahwa agama hanya untuk orang-orang tua,” tukas Yusuf.
Ia melanjutkan,”Di Barat, jika ada orang yang ingin memeluk satu agama dan menjadikannya sebagai cara hidunya, maka orang yang bersangkutan akan dianggap fanatik. Tapi setelah membaca al Quran saya yang awalnya bingung tentang tubuh dan jiwa, akhirnya menyadari bahwa keduanya adalah bagian yang tak terpisahkan, Anda tidak perlu pergi ke gunung untuk menjadi religius.”
Saat itu, satu-satunya yang diinginkan Yusuf Islam adalah menjadi seorang Muslim. Dari al Quran ia tahu bahwa semua rasul dan nabi dikirim Allah swt untuk menyampaikan pesan yang sama. “Mengapa kemudian Yahudi dan Kristian berbeza? Kaum Yahudi tidak mau menerima Yesus sebagai Mesiah dan mereka mengubah perintah-perintah Tuhan. Sementara Kristian salah memahami perintah-perintah Tuhan dan menyebut Isa sebagai anak Tuhan. Tapi dalam al Quran saya menemukan keindahan, al- Quran melarang menyembah matahari atau bulan tapi memerintahkan umat manusia untuk mempelajari dan merenungi semua ciptaan Allah swt ,” papar Yusuf Islam.
“Ketika saya membaca al Quran lebih jauh lagi, al Quran bicara soal salat, sedekah dan perbuatan baik. Saya belum menjadi seorang Muslim saat itu, tapi saya merasa al Quran adalah jawaban buat saya dan Allah swt telah mengirimkannya pada saya,” sambung Yusuf Islam.
Mengucap Dua Kalimat Syahadat
Yusuf Islam kemudian memutuskan untuk berkunjung ke Jerusalem. Di kota suci itu, ia datang ke masjid dan duduk di sana. “Seseorang bertanya, apa yang ia inginkan, saya menjawab bahwa saya seorang Muslim. Orang itu bertanya lagi, siapa nama saya. Saya jawab ‘Steven’. Orang itu tampak bingung. Saya ikut salah berjamaah, meski salat saya tidak begitu sukses,” kisah Yusuf menceritakan pengalamannya di sebuah masjid di Yerusalem.
Kembali ke London, Yusuf menemui seorang muslimah bernama Nafisa dan mengatakan bahwa ia ingin masuk Islam. Nafisa kemudian mengajak Yusuf ke Masjid New Regent. Ketika itu tahun 1977, satu satu setengah tahun sesudah ia membaca al Quran yang diberikan saudara lelakinya. Pada hari Jumat, setelah salat Jumat, Yusuf menemui imam masjid dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia pun menjadi seorang Muslim. Nama Cat Steven diganti menjadi Yusuf Islam.
“Saya pun akhirnya tahu bahwa saya bisa melakukan kontak langsung dengan Tuhan, tidak seperti dalam agama Hindu dan Kristian yang harus melalui perantara.
Dalam Islam, semua penghalang itu tidak ada . Satu-satunya yang membedakan orang yang bertakwa dan tidak bertakwa adalah salatnya, salat adalah proses pemurnian diri,” papar Yusuf Islam.
“Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa apa yang saya lakukan saat ini adalah untuk Allah swt semata. Saya berharap Anda mendapatkan inspirasi dari pengalaman saya ini. Satu yang ingin saya katakan, saya tidak pernah sekalipun berinteraksi dengan seorang Muslim pun sebelum saya masuk Islam. Saya lebih dulu membaca al Quran dan menyadari bahwa tak seorang pun sempurna. Tapi Islam adalah agama yang sempurna dan jika kita mengikuti apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad saw, hidup kita akan selamat. Semoga Allah swt senantiasa membimbing umat Rasulullah Muhammad saw ke jalan yang lurus. amiin,” kata Yusuf Islam menutup pembicaraan. (dakwah.info)
No comments:
Post a Comment